LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN
OKSIGEN TERLARUT
DAN SULFIDE
OLEH :
ARISA TRINOVIRA
BARUS
1604115508
MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
LABORATORIUM PRODUKTIVITAS
PERAIRAN
JURUSAN
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kegiatan manusia memiliki
dampak yang bervariasi terhadap ekosistem akuatis, dari yang sifatnya sementara
atau dapat diatasi secara alami oleh sistem ekologi masing-masing ekosistem
sehingga dapat menyebabkan perubahan terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan
baik fisik kimia dan biologis yang terdapat pada ekosistem perairan.
Beberapa faktor kontrol
dinamika ekosistem perairan antara lain :
- Faktor external lingkungan diantaranya adalah air hujan, temperatur
udara, sunga, pasang surut, dan angin.
- Faktor internal lingkungan diantaranya adalah makanan, pemanfaatan
sumberdaya air, perubahan sedimen, siklus nutrien dan daya dukung.
Faktor faktor yang dikemukakan
diatas akan mempengaruhi pada dinamika dari unsur hara, produser, konsumer dan
dekomposer atau berkaitan dengan tropodinamiksebagai proses transfer energi dan
material alur trofik level pada suatu ekosistem.
1.2. Tujuan dan manfaat
Tujuan
dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana kadar Oksigen
terlarut dan Total sulfide di dalam waduk Faperika UR.
Adapun manfaat
dari praktikum ini adalah praktikan tahu keadaan oksigen terlarut dan kandungan
sulfide di dalam waduk Faperika UR
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perairan
Oligotrofik/Mesotrofik
Danau dapat diklasifikasikan berdasarkan produktifitas primernya.
Produktifitas atau kesuburan danau tergantung pada nutrisi yang diterimanya
dari perairan regional, pada usia geologis dan pada kedalaman. Berdasarkan
produktifitas, danau dibagi atas danau oligotrofik
dan eutrofik.
Danau oligotrofik biasanya dalam, dengan hipolimnion lebih besar dari
epilimnion, dan mempunyai produktifitas primer rendah. Tanaman di daerah
littoral jarang dan kerapatan plankton rendah, walaupun jumlah jenis yang ada
mungkin tinggi. Danau eutrofik adalah lebih dangkal dan produktifitas primernya
lebih tinggi, vegetasi littoral lebih lebat dan populasi plankton lebih rapat
(Odum, 1971).
Selanjutnya Thohir (1991) dan Soeriaatmaja (1981) mengungkapkan fase-fase
perkembangan kehidupan di danau, yang terdiri dari: oligotrofi, mesotrofi,
eutrofi dan distrofi. Danau
oligotrofik, keadaan airnya jernih, bahan organik yang dikandung
sedikit, kerapatan hewan dan tumbuhan rendah, suhu air relatif rendah, bahan
makanan sedikit tetapi kaya oksigen. Danau oligotrofi lama kelamaan akan
meningkat aktifitas biologisnya dan menjadi danau mesotrofik, dimana air menjadi lebih keruh, produksi bahan
organik bertambah, kesuburan danau lebih tinggi namun belum mencapai kesuburan
optimal. Jika kesuburan danau telah mencapai titik optimal, danau tersebut
disebut danau eutrofik.
Sedangkan menurut Goldmen dan Horne (1989), berdasarkan kandungan hara
(tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu: danau
eutrofik, danau oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutropik (kadar
hara tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan
litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming
alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu,
danau oligotropik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki
perairan yang dalam, dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan
bagian epilimnion.
2.2. Oksigen
Terlarut
Disolved
oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama
oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air, yaitu sebesar 14,16
mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air.
Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan
sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen
terlarut semakin tinggi (Barus, 2004).
Sumber utama
oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak
antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh
oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses
respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian
maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga
dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen
(Schwrobel, 1987 dalam Barus, 2004). Nilai DO yang berkisar antara
5,45-7,00 mg O2/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan.
Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg O2/l
(Barus, 2004).
2.3. Sulfide
Sulfida adalah
suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2
elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya, karena
membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2-. Senyawa sulfida menimbulkan rasa
dan bau, bersifat korosif dan iritan. Dalam dosis tinggi dapat merusak sistem
saraf pusat.
Hidrogen
Sulfida terbentuk dari proses penguraian bahan-bahan organis oleh bakteri. Maka
dari itu H2S terdapat dalam minyak dan gas bumi, selokan, air yang tergenang.
Misalnya rawa-rawa dan juga terbentuk pada proses-proses industri maupun proses
biologi. Hidrogen Sulfida ini sangat beracun dan mematikan, tidak berwarna,
lebih berat dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang
rendah, dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil pembakarannya gas
sulfur dioksida (SO2) yang juga merupakan gas beracun dan sangat korosif
mengakibatkan berkarat pada logam tertentu. Pada konsentrasi yang rendah berbau
seperti telur busuk dan dapat melumpuhkan indera penciuman manusia (Gabriel,
2001).
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum mengenai “Oksigen Terlarut dan Sulfide” dilaksanakan
pada hari Kamis, 01 November
2018 pada pukul 13.00 – 15.00 WIB. Praktikum dilakukan di
Laboratorium Produktivitas Perairan, Fakultas
Perikanan dan Kelautan, Universitas
Riau, Pekanbaru.
3.2. Alat dan Bahan
Alat
yang dipakai pada saat melakukan praktikum adalah botol M150, , erlenmeyer, botol
BOD, gelas ukur, jarum suntik, dan pipet tetes.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah air sampel, larutan
MnSO4, Larutan NaOH-KI, Larutan H2SO4, larutan
Nathiosulfat dan amilum.
3.3. Prosedur Praktikum
3.4.1 Oksigen Terlarut
Air sampel diambil dengan menggunakan
botol BOD jangan sampai bubling, kemudian di masukkan larutan MnSO4
1 ml dan NaOH-KI 1 ml. Botol tersebut di kocok hingga terbentuk endapan coklat.
Selanjutnya dimasukkan H2SO4 sampai endapan hilang.
Kemudian air sampel diambil 50 ml di masukkan kedalam erlenmeyer, dititrasi
dengan Nathiosulfat hingga kuning pucat. Di teteskan 5 tetes amilum, lalu di
titrasi kembali dengan Nathiosulfat hingga berubah warna menjadi bening.
3.4.2 Sulfide
Air sampel diambil dengan
menggunakan botol BOD, jangan sampai bubling. Kemudian ditambahkan 8 atau 9
tetes Zn-asetat (3 tetes per ml sampel), ditambah 5-6 tetes NaOH 6 N hingga pH
mencapai 9, ditutup kemudian di bolak balik hingga terbentuk endapan putih. Di
sentrifuge agar semua bahan tersuspensi mengendap, dianalisa larutan yang
berwarna bening akan menghasilkan Dissolved Sulfide atau Insoluble Sulfide (A).
Dianalisa endapan yang dilarutkan kembali dengan akuades, menghasilkan sulfide
tak terlarut atau insoluble sulfide (B), dan jumlah A dan B menghasilkan Total
Sulfide.
Kemudian prosedur penentuan sulfide
nya adalah iodine 0,025 N sebanyak 5 ml dimasukkan ke erlenmeyer, ditambah 0,5
ml HCl 6 N. Pipet 50 ml sampel supernatant dimasukkan kedalam erlenmeyer
diatas, di titrasi dengan Na-tiosulfat, hingga kuning muda, kemudian ditambah
2-3 tetes amilum, dilanjutkan titrasi hinggu warna biru berubah menjadi tidak
berwarna.
3.4. Analisa
Data
Kadar Oksigen
terlarut di perairan dihitung dengan rumus :
DO =
Perhitungan kadar
sulfide :
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut :
No
|
Parameter
|
Nilai
|
1.
|
Suhu
|
280C
|
2.
|
Oksigen
Terlarut
|
8,3
mg/L
|
3.
|
pH
|
7
|
4.2.
Pembahasan
Nilai pH dan oksigen terlarut merupakan parameter
kualitas air yang menjadi indikator kesehatan ekosistem perairan. Sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH di perairan waduk Faperika netral pada nilai pH nya 7 yang menunjukkan
perairan memiliki pH sedikit basa. Nilai ini masih memenuhi baku mutu. Rentang
pH 6-9 masih cocok untuk kehidupan ikan dan biota akuatik lainnya. pH yang
ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 – 8,5.
Setelah
diukur maka suhu waduk senilai 280C. Nilai
suhu di perairan waduk tersebut
masih menunjukkan nilai yang normal serta masih sesuai bagi kehidupan biota
akuatik. Menurut PP No.82 Tahun 2001
(kelas II) kisaran suhu untuk kegiatan budidaya air tawar adalah deviasi 3,
sedangkan toleransi suhu perairan yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal
dari beberapa ikan budidaya air tawar seperti mas dan nila adalah 280C.
Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan yang
dibudidaya. Kisaran suhu yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal adalah
28-320C. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suhu air di perairan waduk faperika layak dan memenuhi
syarat untuk dilakukan kegiatan usaha budidaya ikan.
Adapun oksigen terlarut di perairan waduk tersebut adalah
8,3 mg/L. Oksigen merupakan komponen penting dan
menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut
oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin
tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan
oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas,
pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan
persentase oksigen di sekelilingnya.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Oksigen
merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan.
Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh
suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen
makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti suhu, salinitas, pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka,
tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut
adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang
terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau
pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
5.2. Saran
Demi
kelancaran dari praktikum diharapkan para asisten untuk dapat mendampingi
praktikan dalam melakukan praktikumnya supaya apabila terjadi kekeliruan
langsung dapat dibantu oleh asisten tesebut. Dan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era
sekarang ini diharapkan sarana dan prasarana
yang mendukung kegiatan praktikum ini cukup memadai sehingga memudahkan dalam objek
yang akan kita teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Barus,
T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU
press. Medan.
Gabriel, J.
F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Hiprokrates.
Odum, E. P., 1971. Dasar-Dasar Ekologi.
Edisi ketiga Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Salmin.
2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk
Soeriaatmaja, R.E., 1981. Ilmu Lingkungan. ITB
Bandung
Thohir, K.A.
1991. Butir-butir Tata Lingkungan. Rineka Cpta Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar