Kamis, 11 April 2019

laporan DEP DO dan sulfide


LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN

OKSIGEN TERLARUT DAN SULFIDE


OLEH :
ARISA TRINOVIRA BARUS
1604115508
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN






















LABORATORIUM PRODUKTIVITAS PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018



                                                   I. PENDAHULUAN       
1.1. Latar Belakang
       Kegiatan manusia memiliki dampak yang bervariasi terhadap ekosistem akuatis, dari yang sifatnya sementara atau dapat diatasi secara alami oleh sistem ekologi masing-masing ekosistem sehingga dapat menyebabkan perubahan terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan baik fisik kimia dan biologis yang terdapat pada ekosistem perairan.
       Beberapa faktor kontrol dinamika ekosistem perairan antara lain :
- Faktor external lingkungan diantaranya adalah air hujan, temperatur udara, sunga, pasang surut, dan angin.
- Faktor internal lingkungan diantaranya adalah makanan, pemanfaatan sumberdaya air, perubahan sedimen, siklus nutrien dan daya dukung.
       Faktor faktor yang dikemukakan diatas akan mempengaruhi pada dinamika dari unsur hara, produser, konsumer dan dekomposer atau berkaitan dengan tropodinamiksebagai proses transfer energi dan material alur trofik level pada suatu ekosistem.
1.2. Tujuan dan manfaat
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana kadar Oksigen terlarut dan Total sulfide di dalam waduk Faperika UR.
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan tahu keadaan oksigen terlarut dan kandungan sulfide di dalam waduk Faperika UR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perairan Oligotrofik/Mesotrofik

Danau dapat diklasifikasikan berdasarkan produktifitas primernya. Produktifitas atau kesuburan danau tergantung pada nutrisi yang diterimanya dari perairan regional, pada usia geologis dan pada kedalaman. Berdasarkan produktifitas, danau dibagi atas danau oligotrofik dan eutrofik.
Danau oligotrofik biasanya dalam, dengan hipolimnion lebih besar dari epilimnion, dan mempunyai produktifitas primer rendah. Tanaman di daerah littoral jarang dan kerapatan plankton rendah, walaupun jumlah jenis yang ada mungkin tinggi. Danau eutrofik adalah lebih dangkal dan produktifitas primernya lebih tinggi, vegetasi littoral lebih lebat dan populasi plankton lebih rapat (Odum, 1971).
Selanjutnya Thohir (1991) dan Soeriaatmaja (1981) mengungkapkan fase-fase perkembangan kehidupan di danau, yang terdiri dari: oligotrofi, mesotrofi, eutrofi dan distrofi. Danau oligotrofik, keadaan airnya jernih, bahan organik yang dikandung sedikit, kerapatan hewan dan tumbuhan rendah, suhu air relatif rendah, bahan makanan sedikit tetapi kaya oksigen. Danau oligotrofi lama kelamaan akan meningkat aktifitas biologisnya dan menjadi danau mesotrofik, dimana air menjadi lebih keruh, produksi bahan organik bertambah, kesuburan danau lebih tinggi namun belum mencapai kesuburan optimal. Jika kesuburan danau telah mencapai titik optimal, danau tersebut disebut danau eutrofik.
Sedangkan menurut Goldmen dan Horne (1989), berdasarkan kandungan hara (tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu: danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutropik (kadar hara tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu, danau oligotropik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam, dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan bagian epilimnion.

2.2. Oksigen Terlarut

Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi (Barus, 2004).
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwrobel, 1987 dalam Barus, 2004). Nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg O2/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg O2/l (Barus, 2004).

2.3. Sulfide

Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya, karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2-. Senyawa sulfida menimbulkan rasa dan bau, bersifat korosif dan iritan. Dalam dosis tinggi dapat merusak sistem saraf pusat.
Hidrogen Sulfida terbentuk dari proses penguraian bahan-bahan organis oleh bakteri. Maka dari itu H2S terdapat dalam minyak dan gas bumi, selokan, air yang tergenang. Misalnya rawa-rawa dan juga terbentuk pada proses-proses industri maupun proses biologi. Hidrogen Sulfida ini sangat beracun dan mematikan, tidak berwarna, lebih berat dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang rendah, dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil pembakarannya gas sulfur dioksida (SO2) yang juga merupakan gas beracun dan sangat korosif mengakibatkan berkarat pada logam tertentu. Pada konsentrasi yang rendah berbau seperti telur busuk dan dapat melumpuhkan indera penciuman manusia (Gabriel, 2001).



III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat       
Praktikum mengenai Oksigen Terlarut dan Sulfide dilaksanakan pada hari Kamis, 01 November 2018 pada pukul 13.00 – 15.00 WIB. Praktikum dilakukan di Laboratorium Produktivitas Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang dipakai pada saat melakukan praktikum adalah botol M150, , erlenmeyer, botol BOD, gelas ukur, jarum suntik, dan pipet tetes.
 Sedangkan bahan yang digunakan adalah air sampel, larutan MnSO4, Larutan NaOH-KI, Larutan H2SO4, larutan Nathiosulfat dan amilum.
3.3. Prosedur Praktikum
3.4.1 Oksigen Terlarut
            Air sampel diambil dengan menggunakan botol BOD jangan sampai bubling, kemudian di masukkan larutan MnSO4 1 ml dan NaOH-KI 1 ml. Botol tersebut di kocok hingga terbentuk endapan coklat. Selanjutnya dimasukkan H2SO4 sampai endapan hilang. Kemudian air sampel diambil 50 ml di masukkan kedalam erlenmeyer, dititrasi dengan Nathiosulfat hingga kuning pucat. Di teteskan 5 tetes amilum, lalu di titrasi kembali dengan Nathiosulfat hingga berubah warna menjadi bening.
3.4.2 Sulfide
            Air sampel diambil dengan menggunakan botol BOD, jangan sampai bubling. Kemudian ditambahkan 8 atau 9 tetes Zn-asetat (3 tetes per ml sampel), ditambah 5-6 tetes NaOH 6 N hingga pH mencapai 9, ditutup kemudian di bolak balik hingga terbentuk endapan putih. Di sentrifuge agar semua bahan tersuspensi mengendap, dianalisa larutan yang berwarna bening akan menghasilkan Dissolved Sulfide atau Insoluble Sulfide (A). Dianalisa endapan yang dilarutkan kembali dengan akuades, menghasilkan sulfide tak terlarut atau insoluble sulfide (B), dan jumlah A dan B menghasilkan Total Sulfide.
            Kemudian prosedur penentuan sulfide nya adalah iodine 0,025 N sebanyak 5 ml dimasukkan ke erlenmeyer, ditambah 0,5 ml HCl 6 N. Pipet 50 ml sampel supernatant dimasukkan kedalam erlenmeyer diatas, di titrasi dengan Na-tiosulfat, hingga kuning muda, kemudian ditambah 2-3 tetes amilum, dilanjutkan titrasi hinggu warna biru berubah menjadi tidak berwarna.
3.4. Analisa Data
Kadar Oksigen terlarut di perairan dihitung dengan rumus :
DO =
Perhitungan kadar sulfide :


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil  sebagai berikut :
No
Parameter
Nilai
1.
Suhu
280C
2.
Oksigen Terlarut
8,3 mg/L
3.
pH
7
                            
4.2. Pembahasan
Nilai pH dan oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang menjadi indikator kesehatan ekosistem perairan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH di perairan waduk Faperika netral pada nilai pH nya 7 yang menunjukkan perairan memiliki pH sedikit basa. Nilai ini masih memenuhi baku mutu. Rentang pH 6-9 masih cocok untuk kehidupan ikan dan biota akuatik lainnya. pH yang ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 – 8,5.
Setelah diukur maka suhu waduk senilai 280C. Nilai suhu di perairan waduk tersebut masih menunjukkan nilai yang normal serta masih sesuai bagi kehidupan biota akuatik. Menurut PP No.82 Tahun 2001 (kelas II) kisaran suhu untuk kegiatan budidaya air tawar adalah deviasi 3, sedangkan toleransi suhu perairan yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal dari beberapa ikan budidaya air tawar seperti mas dan nila adalah 280C. Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan yang dibudidaya. Kisaran suhu yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal adalah 28-320C. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suhu air di perairan waduk faperika layak dan memenuhi syarat untuk dilakukan kegiatan usaha budidaya ikan.
Adapun oksigen terlarut di perairan waduk tersebut adalah 8,3 mg/L. Oksigen merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya.












V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Oksigen merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
5.2. Saran
Demi kelancaran dari praktikum diharapkan para asisten untuk dapat mendampingi praktikan dalam melakukan praktikumnya supaya apabila terjadi kekeliruan langsung dapat dibantu oleh asisten tesebut. Dan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)  di era sekarang ini diharapkan sarana dan prasarana  yang mendukung kegiatan praktikum ini cukup memadai sehingga memudahkan dalam objek yang akan kita teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU press. Medan.
Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Hiprokrates.

Odum, E. P., 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga Gadjah Mada University   
Press. Yogyakarta.

Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk

Soeriaatmaja, R.E., 1981. Ilmu Lingkungan. ITB Bandung

Thohir, K.A. 1991. Butir-butir Tata Lingkungan. Rineka Cpta Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar