LAPORAN
PRAKTIKUM DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN
KOEFISIEN
PELURUHAN DI WADUK FPK UNRI
OLEH :
ARISA TRINOVIRA
BARUS
1604115508
MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
LABORATORIUM PRODUKTIVITAS
PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Waduk adalah tempat pada permukaan
tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/ musim
penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Air merupakan
senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut, maka tidak
ada air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat unsur dan
senyawa yang lain. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut, terutama hara
mineral, maka air merupakan faktor ekologi bagi makhluk hidup.
Berbagai sumber air yang dipergunakan
untuk keperluan hidup dapat tercemar oleh berbagai sumber pencemaran. Seperti
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat menjadi penyumbang pencemaran
terhadap air yang akan dipergunakan, baik untuk keperluan makhluk hidup maupun
untuk keperluan kehidupan yang
lain. Keberadaan zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang
berlebih akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas air atau merusak kadar
kimia air.
Rusaknya kadar kimia air akan
berpengaruh terhadap fungsi dari air itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa
oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Dengan demikian dilakukanpraktikum mengenai koefisien peluruhan yang
prinsip kerja nya dilakukan pada hari ke 2, 4, 6, 8 dan 10 untuk menghitung
kadar oksigennnya.
1.2. Tujuan dan manfaat
Tujuan dilaksanakannya
praktikum ini adalah agar kita mengetahui cara mengukur koefisien peluruhan dalam
perairan.
Adapun manfaatnya ialah
kita dapat untuk memperoleh dan mengetahui laju peluruhan bakteri dalam mendekomposisi
bahan-bahan organik di waduk FPK UNRI.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perairan Waduk
Perairan
air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar
memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan sumber air rumah tangga
dan industri yang murah. Perairan air tawar merupakan tempat disposal/pembuangan
yang mudah dan murah (Heddy dan Kurniati, 1994).
Waduk dapat
dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:
1) Irigasi
Pada saat musim penghujan, hujan
turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan
air yeng terjadi dapat ditampung waduk sebagai persediaan sehingga pada saat
musim kemarau tiba air tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara
lain irigasi lahan pertanian.
2) PLTA
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
PLTA, waduk dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah suatu sistem pembangkit listrik
biasanya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran
air untuk memutar turbin yang kemudian akan diubah menjadi tenaga listrik oleh
generator.
3) Penyediaan
Air Baku
Air baku adalah air bersih yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan air rumah tangga. Waduk
selain sebagai sumber pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagi sumber
penyediaan air baku untuk bahan baku air minum dan rumah tangga. Air yang
dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai dengan kegunaannya.
4) Pengendali Banjir
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
penegndali banjir, yaitu berfungsi mengarahkan dan memperlambat arus, menampung,
mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit
air sungai di sebelah hilir Waduk.
2.2.
Koefisien Peluruhan
Umaly dan Cuvin (1988) menyatakan reaksi BOD
akan sangat bervariasi tergantung pada laju reaksi, BOD5 biasanya
menunjukkan 68% dari total BOD yang terurai. Variasi nilai K disebabkan bahan
organik dan perbedaan ketersediaan dari bahan organik ini bagi mikroorganisme.
Bahan organik yang dapat larut mungkin dengan mudah tersedia tetapi kebanyakan
dalam bentuk koloid atau padatan yang harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi
bentuk yang dapat larut. Air yang kaya glukosa akan memiliki nilai K yang
tinggi karena dalam bentuk larutan dan dengan segera dapat digunakan oleh
organisme. Sebaliknya material kompleks seperti lignin sangat sulit diuraikan
oleh bakteri. Jika nilai BOD akhir dibandingkan dengan nilai kebutuhan oksigen
secara teoritis selalu lebih rendah nilai BOS akhir (L) karena kenyataan bahwa
sebagian bahan organik tidak terurai, contoh bahan organik yang resisten
terhadap penguraian biologis yaitu lignin.
Koefisien laju peluruhan bahan organi
diperoleh melalui inkubasi botol BOD dengan metode BOD5. Sampel pada
masing-masing strata diambil dengan botol DO, dilakukan pengenceran, diaerasi
dan diberi nutrien lalu dimasukkan dalam botol BOD secara seri. DO inisial
langsung ditentukan sedangkan botol BOD lainnya dibawa kelaboratorium
diinkubasi selama beberapa hari untuk diukur konsentrasi oksigennya yaitu pada
hari ke 2, 4, 6, 8, dan 10.
III.
METODE PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari
Selasa, 26 Maret 2019 pada pukul 08.00 – 10.00 WIB di Laboratorium
Produktivitas Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau,
Pekanbaru.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang dipakai pada saat melakukan
praktikum adalah botol gelap, botol terang, erlenmeyer,botol BOD, gelas ukur,
jarum suntik, dan pipet tetes.
Sedangkan bahan yang
digunakan adalah air sampel, larutan MnSO4, Larutan NaOH-KI, Larutan
H2SO4, larutan Nathiosulfat dan amilum.
3.3.
Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum ini
adalah dengan menggunakan metode mengambil data langsung di lapangan, kemudian
dianalisis di dalam laboratorium Produktivitas Perairan.
3.4.
Prosedur Praktikum
Air sampel diambil dengan menggunakan botol
BOD jangan sampai bubling, kemudian di masukkan larutan MnSO4 1 ml
dan NaOH-KI 1 ml. Botol tersebut di aduk seperti angka 8 hingga terbentuk
endapan coklat. Selanjutnya dimasukkan H2SO4 sampai
endapan hilang. Kemudian air sampel diambil 50 ml di masukkan kedalam
erlenmeyer, dititrasi dengan Nathiosulfat hingga kuning pucat. Di teteskan 5
tetes amilum, lalu di tambah dengan Nathiosulfat hingga berubah warna menjadi
bening. Cara kerja tersebut dilakukan pada botol terang yang dilakukan pada
hari itu juga , sedangkan Botol gelap di inkubasi selama 2 hari, 4 hari, 6
hari, 8 hari dan 10 hari, kemudian botol tersebut diangkat untuk segera
dianalisa dan dilakukan langkah yang sama seperti pada botol terang.
3.5.
Analisis Data
Konsentrasi Oksigen dihitung dengan rumus :
DO =


Koefisien Peluruhan dihitung dengan rumus :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil perhitungan terhadap nilai DO dan
koefisien peluruhan maka diperoleh hasil :
No
|
Keterangan
|
Nilai
|
Satuan
|
|
DO
|
Koefisien
peluruhan
|
|||
![]() |
t0
|
5,025
|
-
|
Mg/L
|
2
|
t2
|
4,16
|
6,30
|
Mg/L
|
3
|
t4
|
2,243
|
4,1
|
Mg/L
|
4
|
t6
|
1,44
|
3,72
|
Mg/L
|
5
|
t8
|
1,04
|
2,08
|
Mg/L
|
6
|
t10
|
4,198
|
0,408
|
Mg/L
|
4.2.
Pembahasan

Grafik
1. Perubahan Koefisien Peluruhan
Berdasarkan grafik diatas pada hari
pertama di peroleh nilai DO sebesar 5,025 mg/L. Untuk sampel yang lain
diinkubasi selama 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari, dan 10 hari. Pada hari yang
kedua di peroleh nilai DO nya sebesar 4,16 mg/L dengan koefisien peluruhannya
sebesar 6,30 mg/L. Pada hari yang keempat di peroleh nilai DO nya sebesar 2,243
mg/L dengan koefisien peluruhannya sebesar 4,1 mg/L. Pada hari yang keenam di
peroleh nilai DO nya sebesar 1,44 mg/L dengan koefisien peluruhannya sebesar
3,72 mg/L. Pada hari yang kedelapan di peroleh nilai DO nya sebesar 1,04 mg/L
dengan koefisien peluruhannya sebesar 2,08 mg/L. Pada hari yang kedelapan di
peroleh nilai DO nya sebesar 4,198 mg/L dengan koefisien peluruhannya sebesar
0,408 mg/L. Dilihat dari hasil pengamatan koefisien peluruhan dapat dikatakan
semakin lama botol diinkubasi maka nilai koefisien peluruhannya akan semakin
kecil, hal ini disebabkan karna jumlah oksigen dan bahan organik sudah semakin
berkurang yang berperan sebagai faktor pembatas proses dekomposisi.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dilihat dari
hasil pengamatan koefisien peluruhan dapat disimpulkan bahwa semakin lama botol
diinkubasi maka nilai koefisien peluruhannya akan semakin kecil, hal ini
disebabkan karna jumlah oksigen dan bahan organik sudah semakin berkurang yang
berperan sebagai faktor pembatas proses dekomposisi.
5.2.
Saran
Demi kelancaran dari
praktikum diharapkan para asisten untuk dapat mendampingi praktikan dalam
melakukan praktikumnya supaya apabila terjadi kekeliruan langsung dapat dibantu
oleh asisten tesebut. Dan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) di era sekarang ini diharapkan
sarana dan prasarana yang mendukung
kegiatan praktikum ini cukup memadai sehingga memudahkan dalam objek yang akan
kita teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arfiati,
D. 2001. Diktat Kuliah Limnologi. Kimia Air. Fakultas Perikanan.
Universitas Brawijaya. Malang
Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan
Biologi FMIPA USU. Medan
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Gusriana.
2012. Sentra Edukasi Budidaya Ikan. Jilid I.
Kasry
dan Adnan.
2012. Penuntun Pratikum Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 51 hal.
Purwohadiyanto, Prapti S., Sri A.
2006. Pemupukan dan Kesuburan Perairan
Budidaya.
Universitas Brawijaya Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya.
Malang.
Robert. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal
Budidaya Ikan di
Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten
Minahasa.
Sapari, Dono. 2017. Panduan Pengelolaan Air
Budidaya Ikan. 16 hal.
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang
Sehat. Pen-
erbit Alumni.
Bandung.
Syukur, A.,
2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk Uwai.
Tserezova.
2016. Dinamika perubahan Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan ikan yang dipelihara
di Kolam Tanah. 43 hal.
Umaly, R.C
dan M.A.L.A Cuvin., 1991. Limnology. National Book Store Publisher. Manila.
Widjanarko., 2005. Tingkat Kesuburan Perairan.
Kendari.